BONDOWOSO, Siber Nusantara.co.id
Bertempat di Ruang Rapat Smart Room Kejaksaan Negeri Situbondo, dilaksanakan kegiatan ekspose terkait permohonan pendampingan hukum (Legal Assistance) antara Perum Perhutani KPH Bondowoso dan Kejaksaan Negeri Situbondo.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari upaya penyelesaian permasalahan kawasan hutan negara di Desa Alastengah, Kecamatan Sumbermalang, Kabupaten Situbondo, yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Rabu (05/11)
Ekspose dibuka oleh Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Situbondo Alfiyah Yustiningrum, SH., MH. dan dihadiri oleh PLH Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo,/ Kepala Seksi Intelijen Huda Hazamal, S.H., M.H., Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Dony Suryahadi Kusuma, S.H., M.H., Kepala Sub Seksi Penyidikan dan Pengendalian Operasi Sigit Gianluca Primanda,SH. serta Administratur Perum Perhutani KPH Bondowoso, Misbakhul Munir, S.Hut yang didampingi Kepala Seksi Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Octavano Scorpia Verdianto, SH.MH, Asisten Perhutani (Asper) Besuki Didik Fajar Setiawan.
Dalam paparannya, Administratur Perhutani KPH Bondowoso, Misbakhul Munir, menjelaskan bahwa permasalahan utama yang dihadapi adalah penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di dalam kawasan hutan negara.
Berdasarkan hasil penelusuran dan tindak lanjut yang dilakukan bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN), permasalahan tersebut telah mendapatkan penyelesaian administratif melalui Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur Nomor 11/Pbt/BPN.35/III/2023 tanggal 31 Maret 2023 yang membatalkan 57 SHM, serta Surat Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Situbondo Nomor 522/P.300.7/35.12/VI/2023 tanggal 5 Juni 2023 yang memuat daftar 148 SHM yang telah dilepaskan secara sukarela oleh masyarakat.
Dengan demikian, total luas lahan yang dikembalikan kepada negara melalui Perhutani mencapai 88,46 hektar.
Lebih lanjut, Perhutani menyampaikan bahwa hingga saat ini pengelolaan hutan di lokasi tersebut belum dapat dilakukan secara optimal, meskipun Perhutani tetap dibebani kewajiban pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Di sisi lain, kawasan tersebut memiliki potensi hasil hutan, terutama dari komoditas agroforestry, yang seharusnya menjadi sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi negara.
Dalam sesi tanggapan, PLH Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo, Huda Hazamal, memberikan sejumlah arahan dan penekanan agar Perhutani melakukan inventarisasi menyeluruh terhadap 205 SHM seluas 88,46 hektar yang saat ini masih menjadi objek penyidikan oleh Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus).
Langkah ini diperlukan untuk memastikan kejelasan status hukum setiap bidang tanah dan menghindari tumpang tindih kewenangan.
Sementara itu, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Alfiah Yustiningrum, menegaskan bahwa pendampingan hukum hanya dapat dilakukan terhadap bidang tanah yang tidak termasuk dalam objek penyidikan untuk menghindari conflict of interest.
Ia juga meminta agar Perhutani melengkapi dokumen pendukung, antara lain kronologis penguasaan kawasan hutan, arsip asli berbahasa Belanda beserta terjemahannya, serta rekapitulasi data bidang tanah di luar 205 SHM yang termasuk dalam total 460 bidang di kawasan tersebut.
Dari hasil diskusi, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Dony Suryahadi Kusuma, menyampaikan alternatif solusi, yakni mengajukan pemblokiran terhadap SHM yang telah dibatalkan dan SHM yang dilepaskan secara sukarela kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Situbondo, dengan tembusan kepada Kepala Desa Alastengah untuk disampaikan kepada masyarakat.
Langkah ini diharapkan dapat mencegah munculnya kembali klaim kepemilikan atas tanah negara di kawasan hutan.
Namun, pelaksanaannya tetap memerlukan persetujuan resmi dari Kepala Kejaksaan Negeri Situbondo.
Selain itu, dalam ekspose ini juga dibahas mengenai pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) oleh Perhutani yang selama ini dilakukan secara global terhadap seluruh kawasan hutan produksi.
Ditekankan bahwa perlu dilakukan perhitungan ulang khusus untuk lahan di lereng timur laut Desa Alastengah agar terdapat kejelasan terkait beban pajak yang telah dibayarkan Perhutani atas kawasan tersebut.
Dari sisi lapangan, Perhutani juga melaporkan bahwa sebagian tanah di kawasan hutan masih dimanfaatkan oleh oknum masyarakat dan pemerintah desa untuk menarik iuran pajak, meskipun secara hukum lahan tersebut telah dinyatakan kembali menjadi kawasan hutan negara.
Oleh karena itu, koordinasi antara Perhutani, Kejaksaan, BPN, dan Pemerintah Desa Alastengah menjadi sangat penting untuk memastikan status hukum dan penggunaan lahan berjalan sesuai ketentuan.
Kegiatan ekspose ditutup dengan kesepakatan bersama bahwa:
- Perhutani KPH Bondowoso akan mengajukan permohonan baru pendampingan hukum untuk menyelesaikan permasalahan bidang tanah di luar objek penyidikan guna memperkuat aspek legalitas dan mencegah konflik kepentingan.
- Inventarisasi terhadap 205 SHM seluas 88,46 hektar yang menjadi objek penyidikan akan dilakukan secara rinci dan terdokumentasi dengan baik.
- Hasil ekspose akan dilaporkan kepada pimpinan Kejaksaan Negeri Situbondo untuk memperoleh arahan lebih lanjut.
Melalui kegiatan ini, diharapkan kolaborasi antara Perhutani dan Kejaksaan Negeri Situbondo dapat mempercepat penyelesaian permasalahan hukum di kawasan hutan negara, memperkuat kepastian hukum aset negara, serta mendukung upaya pemulihan keuangan negara melalui optimalisasi pengelolaan hasil hutan yang berkelanjutan.
Sumber : Kom-PHT/Bdw/Mam







