Surabaya, Sibernusantara.co.id
Di Kota Pahlawan yang sarat akan semangat perjuangan, sebuah misi intelektual untuk mempertahankan kedaulatan kreatif Indonesia terus berlanjut.
Dr. Daniel Susilo, seorang peneliti komunikasi bereputasi global, hari ini memimpin langsung fase uji coba instrumen riset dan literasi digital anti pembajakan di Auditorium Fikom Universitas Dr. Soetomo, Surabaya.
Kegiatan ini menandai kelanjutan dari rangkaian uji coba nasional yang sebelumnya telah sukses menyambangi Jakarta, Makassar, Medan, dan Bandung. Instrumen yang diujikan merupakan hasil kolaborasi intensif antara tim peneliti dengan Badan Perfilman Indonesia (BPI), dirancang untuk secara presisi mengukur dan menumbuhkan kesadaran serta apresiasi masyarakat terhadap film nasional.
Dipandu Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Dr. Soetomo, Dr. Nurannafi Farni Syam Maella, sesi berjalan dinamis dan interaktif. Para peserta menunjukkan antusiasme khas Surabaya, bersemangat dan berkomitmen untuk tidak hanya menjadi responden, tetapi juga agen perubahan di komunitas mereka untuk memerangi konsumsi film ilegal.
Di balik layar, inisiatif ini didorong oleh visi Dr. Daniel Susilo. Dedikasinya pada isu ini terbentuk dari pengalamannya yang luas di panggung akademis dunia, termasuk sebagai lulusan Pasca Doktoral dari Vrije University Amsterdam. Ia melihat bagaimana negara-negara dengan industri kreatif maju menjadikan penghargaan terhadap hak cipta sebagai tulang punggung ekonomi mereka.
Visi inilah yang ia bawa pulang, menerjemahkannya menjadi sebuah riset aksi yang sistematis dari kota ke kota.
“Surabaya memiliki denyut kreativitas dan semangat komunitas yang sangat kuat. Menguji instrumen yang kami kembangkan bersama BPI di sini adalah sebuah keharusan,” ujar Dr. Daniel Susilo.
“Ini bukan lagi soal ‘jangan membajak’. Pertanyaannya lebih dalam: bagaimana kita secara bersama-sama membangun sebuah bangsa yang bangga dan mau berinvestasi—baik secara finansial maupun atensi—pada karya-karya terbaiknya sendiri.
Itulah esensi dari apresiasi.”
Dr. Endik Hidayat, peneliti dari Pusat Riset Politik BRIN, menegaskan pentingnya pengujian di berbagai kota. “Surabaya adalah titik validasi kelima dalam riset ini. Dengan mengumpulkan dan membandingkan data dari Jakarta, Makassar, Medan, Bandung, dan kini Surabaya, kami membangun sebuah peta sosial yang komprehensif.
Variasi dan konsistensi temuan dari berbagai kota inilah yang akan membuat rekomendasi kebijakan kami menjadi tajam dan tidak generik,” jelasnya.
Uji coba instrumen di Surabaya ini menjadi langkah penting untuk memvalidasi sebuah model solusi yang holistik. Data yang terkumpul dari seluruh rangkaian kota akan mempertajam “Model Literasi-Apresiasi-Preventif (LAP)” yang dikembangkan tim, memastikan bahwa strategi yang akan direkomendasikan kepada pemerintah dan industri film nantinya benar-benar lahir dari denyut nadi masyarakat Indonesia.







